Rabu, 19 Januari 2011

Cinta Itu Dari Hati

  "Maaf,sayang...Aku nggak bisa nganterin kamu pulang hari ini. Aku ada janji dengan Cindy," Riyan menatap wajah Zhe yang lusuh dan berkeringat dengan wajah serius.
Kalau boleh jujur, sebenarnya saat itu ingin rasanya Zhe memaki Riyan dengan sejuta caci. Maklum saja, dia sudah menunggu hampir satu jam tapi ternyata sia-sia.
Namun dia tak bisa marah. Seperti biasa dia hanya tersenyum. Senyum yang dipaksa.
     "Nggak apa,"kata Zhe dengan lembut."Aku bisa pulang sendiri."
     "Ya sudah..."tukas Riyan. "Kamu hati-hati,ya? Nanti malam aku telepon."
Selesai berkata begitu,Riyan bergegas berlalu. Setengah berlari menghampiri Cindy yang berdiri menunggu di kejauhan.
Zhe memandang punggung kekasihnya dengan getir. Ini bukan kali pertama Riyan memperlakukannya begini. Sudah terlalu sering dia dibiarkan menunggu lama, tapi kemudian Riyan membatalkan janjinya dengan berbagai alasan.
Riyan memang termasuk cowok populer di sekolah. Zhe mengakui jika Riyan cowok yang menarik. Tak heran jika banyak teman-teman cewek mereka yang berusaha merebut perhatiannya.
Begitupun Riyan tidak pernah bisa menolak permintaan mereka. Nganterin ke kantin, perpustakaan, nonton, dan masih banyak lagi. Sampai-sampai Zhe merasa kerap diabaikan.
     Tapi gadis itu tak pernah protes. Zhe terlalu takut kehilangan cowok yang baru 6 bulan jadi pacarnya itu. Dia memilih untuk diam dan menerima setiap perlakuan Riyan kepadanya.
     "Pulang sendiri lagi, Zhe?"
Sebuah suara mengalihkan lamunan Zhe yang melangkah gontai menuju halte bus. Rangga menghentikan motornya tepat di samping Zhe. Gadis itu cuma mengangguk dan tersenyum kecut pada teman sekelasnya itu.
     "Naiklah! Aku antar.."
Tanpa banyak bicara, Zhe naik ke atas motor dan duduk di belakang Rangga.
     Motor melaju membelah siang yang terik dengan kecepatan sedang. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir keduanya. Mereka sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Rangga sangat memahami apa yang terjadi pada diri sahabatnya itu. Karena dia sering melihat sendiri bagaimana perlakuan Riyan pada Zhe. Awalnya Rangga ikut merasa kesal pada Riyan, namun akhirnya dia diam saja melihat Zhe yang selalu bersikap mengalah. Meski dalam hati sesungguhnya  dia masih tak terima.
     "Andai saja kamu mau menerima cintaku, aku pasti  bisa memperlakukanmu lebih baik dari Riyan," kata Rangga di suatu hari saat mereka berhenti di sebuah warung di tengah perjalanan pulang sekolah. Hari itu untuk kesekian kalinya Rangga mengantarkan Zhe pulang setelah Riyan membatalkan janjinya lagi.
Mendengar ucapan Rangga itu, Zhe tak berkata apa-apa. Dia hanya tersenyum tipis. Rangga memang pernah menyatakan perasaannya pada gadis itu, tapi Zhe menolaknya dengan halus. Rangga mengerti karena memang Zhe telah memiliki kekasih. Dia hanya ingin menyampaikan perasaannya itu tanpa berharap lebih pada gadis itu.
     "Apa yang kamu harapkan darinya, Zhe?"
     "Tak ada.." Zhe menghela nafas. "Aku hanya merasa istimewa bisa memilikinya." "Istimewa?"
     "Kau tau...Aku bukan gadis yang istimewa. Tak secantik Cindy. Tak semenarik Audy. Tapi Riyan memilihku. Aku merasa istimewa."
     "Kamu mencintainya?"
     "Mengapa kamu bertanya begitu?" Bola mata Zhe membulat menatap Rangga lekat.
     "Pertanyaanku sederhana. Mengapa kamu tak bisa menjawabnya?"
     "Aku......." Zhe terdiam. Dia merasa kebingungan mencari jawaban atas pertanyaan Rangga. Cinta? Apa itu? Pertanyaan itupun berkelebat di benaknya. Mengapa dia tak mengerti arti dari perasaan itu? Mengapa dia tak bisa menjawab pertanyaan Rangga yang sederhana itu?
Dan akhirnya diapun hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.
     "Zhe..." Rangga menyentuh ujung jari Zhe. Tiba-tiba gadis itu merasa jantungnya berdesir merasakan sentuhan itu. Matanya tak sanggup menatap wajah Rangga. "Cinta itu dari hati. Dia takkan menyakiti. Cinta akan menjagamu dari segala luka. Menurutku apa yang kamu rasakan itu bukanlah cinta. Mungkin kamu hanya merasa bangga memiliki kekasih sehebat Riyan."
Kelembutan Rangga, matanya yang menatap Zhe dengan teduh, membuat Zhe merasa damai jika di dekatnya. Tiba-tiba dia menyadari sesuatu yang selama ini terabaikan. Rangga bisa membuatnya merasa sangat nyaman.
     "STOP!!!" Teriakan Zhe yang tiba-tiba memaksa Rangga menekan rem dengan reflek. Untung suasana jalan sedang sepi sehingga tak terjadi tabrakan dengan kendaraan lain.
Motor berhenti di depan sebuah cafe. Zhe turun dan melangkah dengan santai ke arah sebuah meja di teras cafe tersebut.
Rangga mengikuti apa yang di lakukan gadis itu dengan tatapannya. Niatnya untuk mengikuti urung kala dilihatnya orang yang dituju oleh Zhe.
     "Bisa kita bicara di sini, Riyan?" Sapa Zhe hangat dengan senyumnya yang mempesona.
Riyan tampak terperanjat melihat kehadiran Zhe yang mendadak muncul di depannya. Dengan gugup, ditariknya jemari yang menggenggam tangan Cindy yang duduk di depannya.
     "Nanti aku telepon kamu, sayang..." kata Riyan setengah berbisik. Seolah tak mendengar suara Riyan, Zhe menarik sebuah kursi dan duduk diantara mereka.
     "Aku cuma minta waktumu sebentar." Zhe mengalihkan pandangannya ke arah Cindy yang tertunduk kikuk. "Aku tak keberatan jika Cindy mendengarnya."
     "Ada apa, sayang?" tanya Riyan dengan gelisah.
     "Aku ingin mengakhiri hubungan kita."
Wajah Riyan memucat dengan ekspresi terkejut yang sangat mendengar kalimat yang keluar dari bibir Zhe. Sejenak kemudian, dia memaksa untuk tersenyum.
     "Kamu cuma emosi. Sekarang kamu pulang ya? Nanti aku telepon."
     "Kamu tak perlu telepon aku lagi!" Suara Zhe terdengar lebih tegas dan serius. "Kita putus!"
     "Tapi sayang... Kenapa?" Riyan menggenggam jemari Zhe. Dan Zhe baru menyadari jika ternyata dia tidak merasakan debaran hebat seperti yang ia rasakan saat Rangga menyentuh ujung jarinya. Perasaaannya pada Riyan begitu datar.
"Aku mencintaimu, Zhe'" desis Riyan dengan wajah yang serius. Zhe tersenyum tipis.
     "Cinta datang dari hati. Cinta takkan menyakiti. Hatimu akan menuntunmu untuk menjaga perasaan orang yang kamu cintai. Tapi selama ini sikapmu tak pernah menjaga perasaanku," Zhe menarik tangannya dari genggaman Riyan. "Ternyata baru kusadari jika selama ini aku tak pernah mencintaimu."
Usai berkata begitu, Zhe bangkit dari duduknya dan berlalu meninggalkan Riyan yang termangu dalam penyesalan.
     Langkah kaki Zhe kian pasti saat dilihatnya Rangga yang masih setia menunggu di atas motornya. Menatapnya dengan matanya yang teduh dan penuh cinta. Zhe tersenyum lebar kala hatinya menemukan jawaban atas debar yang ia rasakan. Sebuah cinta yang ia temukan dari dalam hati....... Cinta untuk Rangga!


-SELESAI-


Adiek Catatan Ratoe

Buat Lencana Anda

2 komentar:

  1. ceritanya bagus sesuai dg kenyataan yg ada, krn msh byk org yg ga sadar dgn cintanya..:

    BalasHapus